SEMBARANGAN MENUDUH ORANG LAIN SESAT!!!

Sembarangan menuduh orang lain sesat.
Kita tidak bisa menerima perbuatan
demikian. Ini adalah perbuatan
yang sangat tidak terpuji. Bahkan ini adalah
per-buatan seorang pengecut yang tidak
intelek. Orang Kristen lahir baru seharusnya
tidak melakukan perbuatan demikian.
Bagaimanakah seseorang boleh menuduh
orang lain sesat tanpa alasan yang jelas?
Bukankah orang Kristen harus saling mengasihi,
lalu mengapa ada orang yang menuduh
orang lain sesama Kristen sesat? Dan
bukankah ada firman Tuhan yang mengajar
kita untuk tidak menghakimi orang lain?

LOGIKA DALAM MEMFITNAH ATAU MENGAJAR
Orang yang berhikmat tidak akan sembarangan
menuduh orang lain sesat. Bahkan
menuduh orang lain sesat tanpa alasan adalah
sebuah fitnah. Petugas kepolisian tidak
boleh sembarangan menangkap orang, dan
anggota kejaksaan tidak boleh sembarangan
menuntut orang, apalagi seorang hakim, tentu
ia tidak boleh sembarangan memutuskan
perkara yang disidangnya. Semua itu harus
dilakukan atas dasar yang kuat, berdasarkan
pada bukti-bukti atau saksi-saksi.
Orang yang menyatakan bahwa dua
tambah dua sama dengan lima itu salah harus
sanggup membuktikan bahwa yang benar
dua tambah dua adalah empat, bukan lima.
Ketika ia sanggup membuktikan bahwa dua
ditambah dua sama dengan empat, maka
orang tersebut bukan pemfitnah melainkan
seorang guru yang patut dihormati dan
dihargai. Ketika orang-orang berpendapat
bahwa kota Washington DC ada di Amerika
Latin, lalu seseorang datang mengatakan
bahwa pendapat itu salah, yang benar kota
Washington DC itu di Amerika Serikat, dan
ia sanggup membuktikan dengan membuka
peta dunia serta menunjukkan letak kota
Washington DC, maka ia bukan pemfitnah
melainkan seorang guru yang patut
dihormati dan dihargai.
Seorang dosen mengajar di depan kelas,
beberapa minggu kemudian ia mengedarkan
kertas ulangan (tes). Mahasiswanya menjawab
dengan susah payah. Jawaban dari
mahasiswa yang puluhan orang itu beraneka
ragam. Selanjutnya dosen harus membuat
penghakiman, jawaban yang dianggapnya
benar dan yang dianggapnya salah. Mustahil
sekali seseorang bisa menjadi guru atau dosen
dengan tidak menjadi hakim atas muridmuridnya.
Pembaca pasti dapat membedakan
antara seorang pemfitnah dengan seorang
guru, bahkan seorang pahlawan kebenaran.
Tuhan Yesus berkata dalam Injil Matius,
“Jangan kamu menghakimi, supaya kamu
tidak diha-kimi. Karena dengan penghakiman
yang ka-mu pakai untuk menghakimi,
kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu
pakai untuk mengukur, akan diukurkan
kepadamu (Mat.7:1-2). Boleh menghakimi
asal siap dihakimi, itu maksud Tuhan.

SIKAP “ORANG LAIN TIDAK BOLEH BENAR”
Tuhan sama sekali tidak pernah melarang
orang menghakimi, namun Tuhan memarahi
orang-orang yang mau menghakimi
orang lain sambil dirinya sendiri tidak
senang ketika ia dihakimi orang dengan
ukuran yang sama. Misalnya ketika Martin
Luther dengan gagah perkasa memakukan
poin-poinnya di gerbang gereja Wittenberg
untuk memprotes Gereja Roma Katolik,
maka baik Luther maupun pengikutnya
harus rela dan bersedia diprotes juga oleh
orang lain. Dan kelompok gereja apapun
juga, harus bersikap kalem, dan tetap
berkepala dingin ketika diprotes atau
dinyatakan salah oleh pihak manapun.
Jadi, bolehkah seseorang memprotes
pengajaran sebuah gereja yang dinilainya
menyimpang dari ayat-ayat Alkitab? Apakah
Martin Luther telah membuat kesalahan
besar atau sebaliknya ia adalah seorang pahlawan
kebenaran? Ada yang menjawab,
“Alkitab kan ditafsirkan manusia dan
hasilnya berbeda-beda.” Pembaca yang
bijak, itu juga yang dikatakan oleh Gereja
Roma Katolik dalam menanggapi Martin
Luther, dan Gereja Roma Katolik berprinsip
bahwa selain Gereja Roma Katolik orang
lain tidak boleh menafsirkan Alkitab. Pada
zaman pelaksanaan Inquisisi, siapapun
yang ditemukan membaca Alkitab maka
selanjutnya Anda tidak akan bertemu
dengannya lagi.
Tercatat di dalam sejarah, pada tahun
1618, pernah terjadi perdebatan di Dort,
Belanda, antara Kalvinis dan Arminianis,
yang berlangsung selama 6 bulan, dengan
154 sesi pertemuan. Sebenarnya kelompok
Arminianis yang menang. Namun sesudah
perdebatan, 200 Gembala (pastor) dari
pihak Arminian dipecat, dan pemimpin mereka,
Grotius akan ditangkap tetapi untung
ia berhasil melarikan diri, sementara pemimpin
yang lain, Oldenbarnevelt dipenggal.
Kelompok Kalvinis berhasil memenangkan
keberpihakan pangeran Maurich
dan atas kekuasaannya kelompok Armenianis
dianiaya.. (En.Wikipedia-History of
Calvinist-Arminian debate).
Dalam sejarah, ada banyak pemimpin
denominasi yang mengambil sikap seperti
Gereja Roma Katolik dan Calvinis. Mereka
membangun sikap tidak toleran terhadap
kebebasan berpikir dan kebebasan menafsirkan
Alkitab. Maksud mereka adalah
bahwa orang lain tidak boleh menafsirkan
Alkitab, melainkan hanya mereka saja.
Mereka bersikap bahwa mereka adalah
yang paling benar dan orang lain tidak
boleh benar. Mereka tidak mau mendengarkan
orang lain. Mereka juga tidak mau
membaca tulisan orang lain yang tidak
persis sama dengan pengajaran mereka.
Mereka marah sekali ketika ada orang
yang mencoba menyatakan bahwa pengajaran
mereka salah. Tentu mereka tidak
mau mengintrospeksi untuk melihat, apakah
benar pengajaran mereka salah? Mereka
menganggap bahwa pengajaran mereka
adalah yang paling benar, sambil tidak
memperbolehkan ada pihak yang mengatakan
diri mereka benar. Jadi, sesungguhnya
mereka menganut sikap “orang lain
tidak boleh benar.” Dan pengikut mereka
tidak diperbolehkan membandingkan pengajaran
mereka dengan pengajaran lain.
Misalnya, pengikut kelompok Saksi
Jehovah diindoktrinasi bahwa tidak ada
satu orang pun yang bisa menafsirkan Alkitab
dengan benar selain tujuh orang dewan
pimpinan mereka yang telah diurapi di
Broklyn Heights. Karena prinsip ini maka
ketika GRAPHE menantang mereka untuk
berdebat, tidak ada satu pun pemimpin
mereka di Indonesia yang berani dan
diizinkan untuk mewakili Saksi Jehovah.
Karena pemimpin tertinggi di Indonesia
pun telah diindoktrinasi bahwa ia tidak bisa
menafsirkan Alkitab secara independen.

SIKAP PERCAYA BAHWA KITA BENAR
Sikap percaya bahwa kita benar itu
berbeda dengan Sikap Orang Lain Tidak
Boleh Benar. Semua orang yang jujur dan
setia harus percaya bahwa ia sedang mempercayai
sesuatu yang benar dan ia sedang
mengajarkan kebenaran. Jika sambil
mengajar orang lain, dirinya sendiri tidak
yakin bahwa yang sedang ajarkan adalah
yang paling benar, maka itu bisa disebut
plin-plan bahkan bisa dituduh ingin menipu.
Karena kalau dirinya sendiri saja tidak
yakin pengajarannya benar, lalu ia berusaha
meyakinkan orang bahwa itu benar,
bukankah ini adalah sebuah sikap munafik
dan plin-plan?
Kita harus yakin bahwa pengajaran kita
benar, sambil kita mengamati pengajaran
orang lain. Jika pengajaran orang lain tidak
lebih benar dari pengajaran kita, maka kita
katakan bahwa pengajaran itu salah.
Namun jika pengajaran orang lain ternyata
lebih benar daripada pengajaran kita, maka
dengan jujur kita nyatakan bahwa pengajaran
orang lain itu benar.
Yakin bahwa pengajaran kita benar,
namun tidak marah kepada orang lain yang
mengajarkan sesuatu yang berbeda dengan
pengajaran kita adalah sikap yang sepatutnya.
Kita tidak boleh marah ketika orang
lain menyatakan pengajaran kita salah.
Ketika kita mendengar orang lain menyatakan
bahwa pengajaran kita salah, maka
kita harus dengan rendah hati memeriksa
pengajaran kita. Siapa tahu ternyata
pernyataan orang tersebut benar, bahwa
pengajaran kita salah. Tetapi jika setelah
kita periksa dengan seksama serta membandingkan
pengajaran kita dengan pengajaran
orang tersebut dan ternyata pengajaran
kita lebih memiliki dasar Alkitab serta
lebih sesuai dengan kerja akal-sehat, tentu
tidak salah bagi kita untuk mengajak yang
bersangkutan untuk berdialog, bertukar
argumentasi atau berdebat. Dan tentu
dalam berargumentasi harus sangat sopan
untuk membuktikan bahwa kita adalah
orang yang telah lahir baru, yang di
dalamnya terdapat Roh Kudus. Kalau kita
kalah dalam bertukar argumentasi, tidak
boleh marah, apalagi mengancam orang.

(Disadur dari: LHF)